Main di Pasar ala Pasar Santa

Ini kali kedua saya ke Pasar Santa di Jakarta Selatan. Kira-kira setahun lalu, saat saya masih aktif olahraga lucu di rumah teman yang berlokasi di dekat Pasar Santa, sesekali saya dan teman-teman makan malam di Sate Padang Ajo Ramon Pasar Santa. Di kali kedua ini, saya dan beberapa sepupu saya tak hanya main di pelataran parkirnya saja. Tapi juga sampai masuk bangunan pasarnya, tepatnya di lantai dua, tempat yang kini jadi salah satu spot gaul yang ngehits di Jakarta. Terutama di akhir pekan, karena mayoritas pedagang di lantai dua ini juga adalah pekerja kantoran, sehingga hanya buka tokonya di akhir pekan saja. Sebagian juga buka dari hari Kamis-Minggu.

Yes! Di Pasar Santa lantai 2, gerai-gerai kecil dipenuhi oleh usaha jualannya anak muda ibukota. Dagangan dari mulai kuliner, vinyl, hingga jasa potong rambut ada di lantai dua ini. Lokasi khas pasar yang dengan sentuhan kekinian sekarang menjadi lebih nyaman untuk dikunjungi. Gak ada kesan sumpek meski selalu ramai di beberapa titik, karena langit-langit yang cukup tinggi.

Berbekal hasil browsing di Instagram @pasarsanta, kami pun bergerilya mencari gerai-gerai “must visit!” ala kami. Baru saja masuk pasar,kami menemukan satu gerai pakaian “Senangsenang” batik yang cukup menarik kami untuk mampir. Keluar dari gerai tersebut, saya sudah menenteng satu paperbag berisi satu helai baju batik mursidah. 50k saja untuk satu tanktop batik. Oh I love shopping in traditional market :*
image

Naik ke lantai dua, kami langsung dihadapkan dengan satu gerai hotdog DOC! Dengan antreannya yang super panjang. Berhadapan dengan gerai DOC adalah CENDUR BAR. Ah, gerai dengan jualan utama duren dan cendol ini juga gak kalah panjang antreannya!
image

Kami memilih untuk masuk ke lorong-lorong untuk mencari gerai lainnya yang gak ngantre, hehehe…
image

Our first stop was JUDAS BAR! Menu Nutella Fiesta dan bentuk botol minuman yang dipajang di etalasenya menarik perhatian kami. Salah satu sepupu saya pun memesan minuman Nutella Fiesta. Ini penampakannya… 🙂 Rasanyaa quite same with Nutella Blast ala D’Journal, ini versi lebih murahnya.
image

Kemudian kami berkeliling lagi dan berhenti di Zucker Waffle. Lucky us, we got the last waffle before sold out. Yeaaayy!! Meski demikian, kami harus menunggu sekitar dua puluhan menit hingga pesanan kami siap disantap. Buat orang dengan ukuran lambung yang kecil, makanan yang mestinya masuk dalam kategori cemilan untuk orang Indonesia ini ngenyangin bangets, gaes!
image

Sambil menunggu, saya berkeliling dan mampir ke gerainya POST yang lagi bikin pameran BERSENDIRI, Berani Jalan Sendiri. Entah kenapa rada terharu saat ada di dalam gerai yang satu ini. Beberapa kali, saya traveling ke tempat-tempat baru sendirian. Mayoritas untuk urusan kerjaan sih, tapi kerjaan saya emang harus eksplorasi kan. Kalo orang lain, bawa buku bacaan saat bersendiri, saya justru sibuk mencari market insight saat mesti terjun turun lapangan ke daerah. Ah ya, Saya dapat satu postcardnya. Keren yah!
image

Kemudian kami beranjak ke MOMMADON untuk membeli Cake Milk Bath atau Butterscotch Cheese-nya yang kabarnya sih juara banget. Tapi sayangnya sudah sold out. Mbak-mbak cantik penjaga tokonya bilang kedua menu itu biasanya sold out dalam waktu satu-dua jam setelah toko buka. So, saya hanya kebagian Pannacota Banana. Endess dan unik rasanya 🙂
image

image

Setelah menghabiskan satu waffle Zucker, kami menanti dibukanya toko ROTI ENENG. Yaps, mereka memang baru buka toko rada sore jam 16.30 gitu. Saya cobain es coklat garam laut dan roti tawarnya. Sebenernya penasaran banget ama Nutella Mozarella-nya, tapi karena kekenyangan makan Waffle, saya pun mengurungkan lapernya sang mata. Next time harus coba sik! Es coklat garam lautnya rasanya unik, untuk yang suka ama rasa yang gak biasa-biasa saja, must try deh nih menu, Manis coklat nan asin! Roti tawarnya juga enak, roti tawar jaman dulu gitu. Saya taro di rumah, ga sampe satu hari sudah habis. Padahal biasanya dengan roti tawar bermerek, baru habis setelah dua-tiga hari. Mereka mengaku membuat sendiri segala roti tawar, selai, dan minuman yang dijual di toko ini, all home-made! Very recommended!
image

Sama halnya dengan gerai lainnya, Roti Eneng ini juga lumayan lama nunggu pesanan kami karena ramai. Saya pun kembali berjalan-jalan untuk ngisi waktu. Pas lewat CENDUR BAR, pas lagi ga gitu panjang antreannya. Saya pun bergegas masuk antrean, gak sampai lima menit sudah melakukan pemesanan, satu porsi Es Duren Cendol Ovomaltine yang dibanderol dengan harga 34k. Agak pricey sih tapi pas disantap…. Rasanya cukup sepadan dengan harganya! Durennya, cendolnya, ovomaltine-nya.. luar biasa! Enak banget, men! Pasti bakal beli lagi next time saya kemari!! Hehehe…
image

Sepupu saya juga menyantap Ice Lychee BBOKOGI yang rasanya mirip es serut dikasih potongan buah leci dan ice cream vanila plus corn-nya. Sepupu saya yang lain juga memesan seporsi mie ayam di MIE.CHINO yang katanya sih rasa mienya lebih kenyal dan ayamnya mirip dengan teriyaki. Unik!
image

image

image

Tampaknya “sell with an unique way” menjadi strategi mainstream yang digunakan enterpreneur kaula muda di Pasar Santa ini. Wajar sih, anak muda memang baru berasa keren kalo bisa membuat dan mencoba hal-hal yang gak mainstream (meski lalu diikuti banyak orang, ujung-ujungnya jadi mainstream, hehehe..). Wisata kuliner kami di Pasar Santa kali ini ditutup dengan makan malam di Sate Padang Ajo Ramon yang lokasinya berada di pelataran parkir samping Pasar Santa ini.
image

Di sela lorong tadi, saya juga ketemu sama kucing Pasar Santa yang lagi asik tidur tiduran sementara orang berlalu lalang. Ah lucu sekali dia!
image

Mesti banget balik lagi untuk wisata kuliner di sini sih, karena masih banyak gerai-gerai yang belum sempat dicoba karena panjangnya antrean, sold out, dan penuhnya area lambung kami, hehehe..

House of Raminten: resto gemulai khas Yogyakarta

Adalah Hamzah HS yang berperan sebagai Raminten dalam sebuah sitkom di Yogya TV. Ia kemudian membangun rumah makan House of Raminten ini di Yogyakarta, karena kecintaannya pada makanan dan minuman tradisional khas Yogyakarta seperti jamu dan sego kucing.

Menu yang ditawarkan merupakan menu makanan umum namun disajikan dengan berbeda.

Menu yang biasa ditemukan di angkringan pinggir jalan, naik kelas menjadi makanan restoran dengan harga yang kompetitif (baca: beda tipis). Kita bisa menemukan sego kucing yang harganya di bawah 5000IDR.

20150116-195530.jpg

Tapi, kamu perlu hati-hati dengan segala menu berembel-embel “Jumbo” karena benar-benar ukuran jumbo bangets!!

20150116-195639.jpg

Yang juga unik di House of Raminten ini adalah waiternya yang kabarnya adalah homoseksual. Ini WOW banget! Berapa banyak siih tempat usaha yang bisa open-minded mempekerjakan homoseksual (yang udah coming out)?!? Kalau ada perusahaan yang gembar gembor open minded dan ga bedain orang berdasarkan preferensi seksualnya, pasti tidak ada yang segembar gembor HoR ini yang malah menjadikan ini sebagai diferensiasinya. Pengunjung pun malah makin banyak, bukan jadi takut. Paradox marketing skali kan!

Packaging dari HoR ini pun juga menjadi daya tarik tersendiri. Ruangan resto didesain sedemikian rupa hingga kesan njowo sangat kental sekali. Dengan menggunakan ornamen ukiran-ukiran khas rumah Jawa, musik gamelan, wardrobe waiter yang menggunakan kain batik dan jarik, dan lainnya. Namun demikian, unsur modern pun tak ktinggalan disertakan. Di salah satu sudut terdapat TV LCD dengan channel internasional. House of Raminten beroperasi 24 jam dan masih sering kepenuhi pengunjung.

Nice place to visit nih 🙂

20150116-195918.jpg