What to do in Gili Trawangan, Lombok, NTB – Indonesia

Beberapa bulan yang lalu, saya dan beberapa kawan saya berwisata ke Gili Trawangan. Ini adalah trip pertama saya ke Gili Trawangan, Nusa Tenggara Barat. Karena trip pertama, makanya saya cukup antusias untuk cari tau tentang apa yang bisa saya lakukan di sana, hehehe… Ternyata setelah dijalani ke sana langsung, saya menyimpulkan ada TIGA hal utama yang harus kamu lakukan selama di Gili Trawangan.

Gili Trawangan, Lombok, NTB – Indonesia


Apa saja sih?

PERTAMA adalah lupakan diet, timbangan, dan segala hal terkait karena di Gili Trawangan itu kamu bisa bangeeet wisata kuliner!! Mayoritas resto memang menawarkan kuliner khas mancanegara terutama Eropa yang paling banyak ditemui ya semacam pizza, burger, dan salad.

img_8321

Must try: Cheese-nya mantap!!

img_8391

Burger ala Manta Dive

img_8670

Salad ala Bamboo Restaurant

img_1781

Scallywags.. ini juga must try! 🙂

Pecinta seafood segar ga boleh melewatkan resto Scallywags! Dibandingkan resto lainnya memang mereka patok harga agak mahal tapi buat saya it’s worth every penny :))

Ada juga resto atau warung makan yang menyediakan menu khas Masakan Sasak Lombok. Berkat informasi seorang teman yang antusias, kami berhasil menemukan warung Ibu Dewi yang lokasinya agak melosok dekat dermaga. Apa istimewanya? Konon kabarnya, warung ibu Dewi yang menjual masakan khas Sasak dengan harga ala warteg di Pulau Jawa ini sudah mendunia, beberapa kali diliput di media nasional apalagi setelah membantu memasok catering untuk film Arisan-nya Nia Dinata. Rasa masakannya pun maknyusss! Highly recommended!!

KEDUA adalah bakar kalori. Sesiap apapun kamu untuk naik berat badannya, di sini, jangan lewatkan kesempatan untuk bakar kalori dengan cara yang paling asik! Paling gampang mah jalan kaki. Kamu anaknya males banget buat jalan kaki? Kamu bisa sewa sepeda biar bisa kemana-mana ga pake jalan kaki. Memang, di Gili Trawangan ini, transportasinya Cuma ada tiga cara: jalan kaki, naik sepeda (disewakan harian sekitar 25-50rb/day), atau naik cidomo (di Pulau Jawa lebih dikenal dengan nama Andong atau Delman).

Saya ga terlalu menyarankan untuk sering-sering naik cidomo karena cukup mahal (kisaran 75 – 150rb sekali jalan, tergantung jarak). Lagipula, jalan utama di Gili Trawangan ini sangat ramah buat pejalan kaki maupun pesepeda. Ga ada trotoar atau jalur khusus sih tapi cukup memanjakan pejalan kaki atau pesepeda. Gimana ga manjain kalau tiap seratus meter atau kurang, kita bisa nemuin Gelato shop?!? 20-25rb per scoop sajaaaa…. Hahaha… Jadi makan lagi deh… 😀

Mau bakar kalori beneran? Gili Trawangan adalah tempat yang sangat kondusif untuk olahraga air! Yess, mayoritas penginapan di sini punya pool sendiri. Tapi masak udah ke pulau begini ga main di pantai atau laut sih? Ya terserah mood lah.. Mau berenang di kolam renang, ada. Mau berenang di pinggir pantai ya tinggal jalan kaki/naik sepeda.

Mau snorkeling atau diving di sekitar Gili pun aksesnya mudah. Banyak banget operator snorkeling atau diving di Gili Trawangan yang menawarkan paketan maupun ala carte ataupun jasa trip harian. Sila dipilih yang sesuai mood dan kantong, tentunya 😉

Selain itu, beberapa tempat juga membuka kelas Yoga maupun olahraga lainnya seperti kano dan sebagainya.

KETIGA ya yang namanya liburan biasanya maunya santai ya… Jangan lupa enjoy your holiday, relax and chillin. Bar hoping ataupun hanya sekedar duduk duduk di beanbag pinggir pantai sambil nikmatin semilir angin dan suara ombak plus nonton layar tancep pun bisa dilakukan di Gili Trawangan. Seru kan!

Itinerary Divetrip ke Wakatobi (Tomia Island), Indonesia

Kali ini saya akan bercerita mengenai detail itinerary dan juga biaya yang saya habiskan untuk trip diving ke Wakatobi. Jika ingin menduplikasi trip saya tapi gak pake diving, ya tinggal dikurangi saja biaya divingnya, hehehe… Untuk spot snorkeling kurang lebih sama dengan spot diving, beda kedalaman dan perlengkapannya saja, hehe..

Saya bersama 15 teman jalan saya menggunakan operator travel Kakaban Trip (KT) untuk keseluruhan wisatanya, sedangkan divingnya bekerja sama dengan Tomia Scuba Dive (TSD). Ini kali ketiga kami bekerjasama dengan KT (sebelumnya trip ke Kepulauan Komodo dan Pulau Kei Kecil, rincian kedua trip tersebut bisa dibaca pada postingan saya sebelumnya). Kalau mau kontak ke Kakaban Trip bisa via Instagramnya @KakabanTrip atau ke Tomia Scuba Dive bisa langsung Whatsapp or telp ke dr Yudi +6282187877751 atau check on http://www.tomiascubadive.com

Trip ini sudah kami rencanakan sejak November 2015 silam (kira-kira 6 bulan sebelum keberangkatan). Perencanaan dan booking dari jauh hari sangat disarankan, apalagi jika berencana trip di tanggal long weekend/high season! Karena di Pulau Tomia belum banyak penginapan. Siapa cepat dia dapat. Kami nyaris tidak mendapatkan penginapan. Akhirnya kami ber 16 ini pun harus rela dibagi dua kelompok yang diinapkan di dua penginapan yang berbeda.

Satu hal yang rada saya sesali di trip ini adalah saat itu saya kurang optimal mempersiapkan camera gear! Padahal…duh, viewnya breathtaking banget! So, saya sarankan, kalau DSLR atau mirror-less terlalu serius or berat buat lu ajak serta, paling tidak bawalah GoPro atau action-cam merek lainnya. Aselik, gak bawah lautnya, ga atas langitnya……phew! TOP MARKOTOB!! 😀

Biaya trip ke wakatobi ini dibanderol oleh KT sebesar 5,750,000 (tidak termasuk tiket pesawat PP). Memang kami yang meminta agar biaya trip di luar tiket pesawat agar kami lebih leluasa mengatur jam dan maskapai serta luwes menyesuaikan dengan agenda tersendiri setelah trip Wakatobi ini. Untuk biaya divingnya sendiri sekitar 3,400,000 untuk 7 kali dive selama dua hari.

Biaya tiket pesawat Lion Air dan Wings Air dari Jakarta-Wangiwangi dengan dua kali transit di Makassar dan Kendari sebesar Rp 1,600,000 – Rp 2,200,000. Itu untuk satu kali jalan. Baliknya kami menggunakan Wings Air dari Wangiwangi ke Makassar dengan satu kali transit di Kendari seharga Rp 800,000; lalu lanjut dengan Garuda Indonesia dari Makassar ke Jakarta seharga Rp 898,000

Total flight PP Sekitar 3.5 – 4 juta.

Bicara soal perjalanannya sendiri, makan waktu sekitar 16 jam dari rumah saya di Bekasi sampai tiba di penginapan di Pulau Tomia. Lama banget memang, gini rinciannya:

– 1 jam dari rumah Bekasi ke Airport Soetta di tengah malem buta
– 3 jam nunggu boarding pesawatnya
– 2.5 jam terbang dari Jakarta ke Makassar dengan Lion Air
– 2 jam transit di Makassar
– 1 jam terbang dari Makassar ke Kendari dengan Wings Air ATR
– 0.5 jam transit di Kendari
– 1 jam terbang dari Kendari ke Wangiwangi
– 0.5 jam dari Bandara Matohari ke Dermaga Wanci
– 4.5 jam naik perahu motor dari Pulau Wangiwangi ke Pulau Tomia
– 0.5 jam turunin barang-barang, jalan kaki dari dermaga ke penginapan

Phew! Iya, memang sepanjang itu perjalanannya, hehehe…

Jadi hari pertama memang bakalan habis untuk perjalanan saja. Hari kedua ketiga untuk diving dan snorkeling. Sorenya kami main di pantai dan puncak pulau Tomia. Hari keempat island hopping ke Pulau Ndaa di pagi hari dan berkemas kembali ke Pulau Wangiwangi. Kemudian bermalam di Patuno Resort. Hari ke lima, trip Wakatobi selesai. Dari kami ber-enambelas berpisah di Bandara Wangi-Wangi, ada yang lanjut ke Sumbori, ada yang ke Makassar, adapula yang langsung pulang ke Jakarta.

Yaps, That’s it!

Tunggu cerita tentang trip di Wakatobi-nya di postingan selanjutnya. Untuk dokumentasi keindahan Wakatobi bisa ditemukan di akun Instagram saya: @Adzaniah 😉

Kereta “mewah” Kualanamu

Beberapa waktu lalu, pertama kalinya saya menggunakan jasa transportasi Kereta Kualanamu dari Bandara Kualanamu ke Stasiun Kereta Medan. Lebih afdol sebagai anker (anak kereta) kalau sudah mencoba naik transportasi umum kebanggaan orang Sumatera Utara ini. Secara frekuensi, keretanya tidak sesering Commuter Line di Jabodetabek, tapi rata-rata satu jam sekali pasti ada. Waktu tempuh ke Kota Medan berkisar antara 40-50an menit.

Kenapa waktu tempuhnya bisa beda-beda? Karena waktu tempuh tiap perjalanan sudah dihitung dengan waktu berhenti di tengah jalan saat gantian rel dengan kereta lain. Dengan kata lain, jika tidak ada insiden luar biasa maka durasi perjalanan akan tepat waktu.

Berbeda dengan CommLine yang tiap hari saya tumpangi. Penumpang hanya tau kalau durasi perjalanan normal tanpa hambatan dari Bekasi ke Manggarai sekitar 27-30 menit, itu dengan kecepatan optimal dan gak pake antre gantian rel atau masuk stasiun besar Jatinegara atau Manggarai. Sementara setiap hari, ada saja kereta2 yang mesti antre masuk stasiun maupun gantian rel dengan kereta jarak jauh. Penumpang diminta untuk mengalkulasi dan menghapal sendiri durasi tiap perjalanan kereta.

Di sana, stasiunnya sangat keren dan dilengkapi dengan ruang tunggu yang sangat luas! Terasa bersih. Cling banget! Macam habis dipel. 😂 Sedangkan di sini, hanya di beberapa tempat saja yang sudah menggunakan ubin, itu pun setiap hari dipel tapi ga tampak kayak habis dipel 😅 Meski demikian, kondisi kayak bgini udah lumayan membaik banget dibandingkan dengan kondisi stasiun saat saya kuliah dulu (sepuluh tahunan lalu laaah).

Di sana pula, jumlah penumpang pun dibatasi dengan jumlah kursi. Ga ada cerita penumpang berdiri meski waktu tempuhnya hanya sebentar. Maka, di waktu prime time, memesan tiket jauh sebelum waktu keberangkatan akan sangat disarankan.

Sementara itu, jumlah penumpang kereta CL dibatasi dengan konsensus para penumpang. Yes, jika di suatu pintu gerbong sudah terlihat sangat penuh, maka bisa saja para penumpang terutama yang berdiri di depan pintu menolak penumpang yang mau ikut naik. Pemandangan ini sangat lumrah terjadi, apalagi jika penumpang ular kaleng ini sudah bisa berempati terhadap daging kornet yang sering dipaksakan muatannya dalam wadah.

Namun demikian, dilihat dari harga tiketnya, rasanya semua jadi make sense. Ada harga, ada rupa. Tiket perjalanan durasi kurang dari satu jam dan sudah pasti dapat nomor kursi serta jaminan ketepatan waktu berangkat dan tiba dibanderol sebesar IDR 100,000. Sementara tiket Bekasi-Manggarai hanya IDR 2,000 sajaaaa!!

Saya mah Alhamdulillaahhh, tiket kereta dari Kota Satelit ke Pusat Kota Jakarta cuma segitu. Ga kebayang mesti bayar seratus ribu tiap hari sekali jalan dengan fasilitas yang sama kerennya dengan Kualanamu… 😅😅😅

Pantai Ular (Ngurtavur), Kei Island, Maluku

IMG_7984

Ngurtavur Beach

Pantai Ngurtavur, terletak di Pulau Warbal, Kepulauan Kei Kecil, Kab. Maluku Tenggara, Maluku, Indonesia. Pantai ini disebut juga sebagai Pantai Ular karena pantai ini memiliki gusung yang mengular sepanjang 2 km dengan lebar kira-kira 7 meter. Gusung ini baru bisa terlihat demikian saat kondisi air surut. Wisatawan dapat berjalan sepanjang gusung dan merasakan sensasi berjalan di tengah laut (karena kanan dan kirinya langsung pantai laut). Kawasan pantai Ngurtavur ini dalam setahun belakangan tertutup untuk wisatawan karena termasuk daerah yang dilindungi adat setempat. Tepat di pangkal pantai mengular dipasang sasi (janur, semacam penanda area adat yang terlarang dikunjungi).

IMG_7996

Sasi, penanda area adat yang terlarang dikunjungi

Sebenarnya wisatawan masih bisa berkunjung dan menikmati keelokan pantai Ngurtavur ini, tapi memang ada sejumlah prosedur yang perlu dilakukan, seperti meminta izin terlebih dahulu ke kepada desa dan ketua adat. Itulah yang kami lakukan saat mengunjungi pantai eksotis ini. Begini ceritanya…

Sejak dari pantai Ngurbloat, kami ingin sekali mengunjungi Pantai Ngurtavur. Padahal spot tersebut ga ada di paket itenarary kami, so kami harus menambah biayanya (most likely tour agent memang tidak akan memasukan spot ini ke paketnya karena ya itu tadi, area tersebut terlarang secara adat). Berbekal tekat kuat (cailaahhh….) dan kegigihan tour guide kami yang ingin memuaskan kliennya yang BM (banyak mau) ini, akhirnya berangkatlah kami ke pantai Ngurtavur. So much thanks yaaa Kakaban Trip team!! 😀

foto 3 kursi kondangan

Kapal yang membawa kami ke Pantai Ngurtavur lengkap dengan kursi kondangannya, hehehe…

DCIM104GOPRO

On our way to Ngurtavur Beach

Perjalanan kami pun sempat mengalami kendala. Lihat gambar di atas, yaps, itu penampakan kapal motor yang kami tumpangi, lengkap dengan kursi plastik bak di kondangan! Hahaha… tour guide kami ini emang juara untuk memuaskan kliennya mengarungi lautan kurleb satu jam. Tapi ternyata, gulungan ombak lumayan bikin khawatir di tengah jalan. Akhirnya, kami menepi ke sebuah pulau untuk ganti formasi duduk. Yaps, akhirnya kami belasan orang ini duduk di bawah, selonjoran. Kursi plastik bebas tugas, mr. boatman pun lebih tenang mengarungi lautan!

DCIM104GOPRO

Bye bye kursi kondangan…. Siap-siap dihantam ombak!!

Setelah hampir satu jam, kami pun tiba di pantai Ngurtavur. Kondisi saat itu, air masih pasang sehingga gusung mengular belum tampak. Tour guide lokal kami meminta agar kami tidak bermain terlalu jauh dulu, sementara ia akan pergi minta izin ke kepala desa dan ketua adat. Kami pun menurut, hanya berfoto-foto santai di area itu. Tak lama kami pun dihampiri oleh seorang warga. Aktivitas hahahehe dan fotafoto kami pun terhenti. Long short story, beliau menegur dan menasehati kami. Kami pun menurut, mendengarkan teguran, nasihat, dan cerita beliau. Beliau juga meminta kami untuk meminta izin terlebih dahulu ke kepala desa dan ketua adat, ya kami semua. Waduuuhh, ga boleh banget nih main-main dan potapoto di mari, pak?!?

IMG_5940

Warga yang menegur rombongan kami (sebelah kiri)

Untungnya tour guide lokal kami segera datang dengan mengantongi izin dari kepala desa dan ketua adat untuk kami mengeksplorasi pantai Ngurtavur. Yeaaayy! Bapak-bapak yang tadi menegur kami pun menjadi ramah, ia mengajak kami ke kapalnya yang penuh dengan rumput laut hasil panen. Saya dan beberapa teman mencicip rumput laut asli dari laut tersebut. Hmm, enak… Cuma yaa gitu, rasa air laut, hihihi…

IMG_7955

Rumput laut rasa air laut yang sangat otentik x))

Jam menunjukkan pukul 1 siang dan air belum juga surut. Kami pun memutuskan untuk makan siang terlebih dahulu. Tak lupa mengajak si bapak tadi untuk piknik makan siang bersama kami. Makanan dan minuman dibawa dari Kei Kecil, karena di lokasi ini tidak ada yang jual makanan or semacamnya. Berhubung pulau dan pantai ini memang tidak dikondisikan sebagai area wisata, fasilitas umumnya pun minim seperti toilet. Jangan harap ada bilik dengan toilet yang minim. Bahkan ada biliknya (yang terbuat dari dedaunan) saja sudah bersyukur, hehehe.. di dalamnya ga ada toilet, ya kalau mau buang air ya di tanah saja langsung. Oia, jangan lupa juga bawa plastik untuk membawa sampah pribadi yaa… 😉

 

IMG_5946

Selagi menanti air surut

Setelah makan siang, saya bermain perahu kano, sementara beberapa teman ada yang sudah asik berfoto-foto dengan sasi, ada pula yang boci di pinggir pantai. Memang, menurut bapak yang menegur kami tadi, air biasanya surut pukul 3 siang hingga pukul 11 malam. Sementara, saat kami tiba di sana baru pukul 12 siang.

IMG_8158

Main kano for the first time! 😀

IMG_4443

De’ Tantes boci..

Kami pun mulai berjalan menyusuri gusung mengular saat air mulai surut di pukul 2 siang. Kami bertujuhbelas yang anak kota tulen ini pun bahagia banget bisa main di pantai Ngurtavur dan ngalamin sensasi jalan di antara dua sisi pantai. Pasirnya halus banget, ga perlu pake alas kaki, malah jadi berat atau beresiko hilang terbawa arus pantai. Sesekali, air membasahi kaki kami saat melintasi gusung yang agak rendah.

DCIM105GOPRO

Cantiiiiiik bangets………..pantainya <3<3

OLYMPUS DIGITAL CAMERA

Berjalan di tengah laut

Pemandangannya pun menakjubkan, pasir putih berpadu warna tosca air laut dan biru langit, ditambah ga ada orang lain lagi selain kami di sana. Kehadiran segerombolan burung Pelican Australia di pantai Ngurtavur ini pun menambah kebahagiaan kami. Ga setiap waktu, segerombilan Pelican Australia mampir ke Indonesia, khususnya ke pantai Ngurtavur ini.

IMG_8502

Pelican Australia aja senang ke Pantai Ngurtavur 🙂

DCIM108GOPROG5754842.

Group photo di ujungnya gusung Ngurtavur

Tak terasa, akhirnya kami pun sampai juga di ujung gusung pasir ini, saat itu waktu sudah menunjukkan pukul setengah lima sore. Wah, cepat juga ya.. tak terasa kulit sudah menggosong dan kain pantai yang kami jemur di pulau pun sudah kering lagi. Kapal yang kami labuhkan di pinggir pulaupun menjemput kami di ujung gusung (Alhamdulillah yaa cin, ga perlu balik lagi jalan 2 kilo, hahaha…).

Well, it’s time to go back to pulau Kei Kecil. See ya, Pantai Ngurtavur!

IMG_8619

See ya!

Credit photo by  Rahadi Ari “Kakaban Trip”, Rahma Tarigan, Dito Hendrato, and my private collection. 

Menginap di LOB (Live On Board) bertabur gemintang di langit Flores

Kali ini saya mau bercerita pengalaman saya berlibur dengan tinggal di kapal di salah satu spot Indonesia Timur. Eh ini beda dengan tinggal di kapal cruise yang mewah seperti di film-film, atau tinggal di kapal ferry yang biasanya untuk menyeberang antar pulau lhoo…

Ini penampakan kapal LOB kami yang sedang bersandar di Pulau Gili Laba Darat

Ini penampakan kapal LOB kami yang sedang bersandar di Pulau Gili Laba Darat

Jadi, saya dan sepuluh kawan baru saya pernah ikutan open-trip menjelajah di kepulauan Komodo, Flores, NTT dengan menggunakan kapal LOB (Live On Board), di pertengahan 2014. Kapal yang digunakan sejenis pinisi mini. Kapal ini memiliki empat ruangan tidur, satu ruangan pengemudi/kapten, dua toilet, dan satu dapur, serta satu dipan serbaguna (bisa untuk santai, duduk-duduk, ruang makan bersama, kalau malam jadi tempat tidur para awak kapal), juga dek kapal yang bisa digunakan untuk bersantai, berjemur, maupun menikmati taburan gemintang di malam hari.

Kalau siang hari, kami biasa berkumpul di dipan panjang serbaguna ini..

Kalau siang hari, kami biasa berkumpul di dipan panjang serbaguna ini..

Kami, bersebelas, plus satu kapten dan tiga orang awak kapal, serta satu guide lokal tinggal bersama di satu kapal ini selama kurang lebih 4 hari tiga malam. Sebenarnya lebih pas disebut tiga hari tiga malam sih, karena hari pertama dan terakhir gak sampai setengah hari pun.

Sunset yang menyambut kami dalam petualangan LOB ini :)

Sunset yang menyambut kami dalam petualangan LOB ini 🙂

Ada beberapa aturan tinggal di kapal ini. Pertama, harus hemat air! Iya, kami mandi dengan air tawar yang khusus dibawa dari Labuan Bajo. Sementara itu, untuk urusan siram menyiram feses, kami menggunakan air laut. Sanking mesti berhemat air tawar banget, kami pun hanya mandi satu hari sekali saja, hahaha.. Jorok? Engga lah! Begini lho kira-kira aktivitas keseharian kami selama LOB: Bangun tidur, cuci muka, sikat gigi, ganti baju, sarapan, lalu trekking di pulau-pulau. Lalu balik ke kapal, bergerak lagi, dan nyebur ke laut. Naik ke kapal, makan, kapal bergerak ke spot lain, trus berenang lagi. Gitu terus sampai sore, baru deh mandi pake air tawar, hehehe…

Demi berhemat air tawar, mandi pun dilakukan di luar toilet, hahaha... x))

Demi berhemat air tawar, mandi pun dilakukan di luar toilet, hahaha… x))

Kedua, listrik hanya dinyalakan di waktu-waktu tertentu, yakni petang hingga dini hari. Dan karena listriknya menggunakan diesel maka aliran listriknya pun ga stabil. So, you better prepare yourself with powerbank. Jadi, nge-charge gadget dengan powerbank yang sudah dicharge semalaman pada listrik dari diesel itu. Lumayan lah kita bisa survive! Karena gadget smartphone ga banyak ngabisin batre juga karena di sana tuh signal jarang, hehehe… Ohiya, ga ada AC pun! Tapi tenang, ga butuh AC juga karena dengan buka jendela, angin cepoi-cepoi pun mampu meninabobokan kami.

Salah saut penampakan kamar mungil kami yang terletak di bawah dipan atas..

Salah satu penampakan kamar mungil kami yang terletak di bawah dipan atas..

Di ujung lorong itu adalah toilet mungil kami berukuran 50x50cm kayaknya, hehehe.. dan di pinggir ini lah kami menjemur pakaian renang kami

Di ujung lorong itu adalah toilet mungil kami berukuran 50x50cm kayaknya, hehehe.. dan di pinggir ini lah kami menjemur pakaian renang kami

Ketiga, be effective be efficient! Terutama juga soal tempat. Ini kapal memang kecil dan mestinya ya cukup menampung kami belasan orang. Tapi emang dasar orang kota biasa di tempat yang luas ya mesti adaptasi juga. Kamar tidur itu cukup untuk berdua. Artinya, cukup untuk dua orang tidur selonjoran, saja. Iya, ga bisa deh tuh kamu tidur dengan berbagai macam gaya, sempit cin! Kira-kira hanya 2m x 1m x 2 m. Untuk kamar saya, lebih sempit lagi karena diperuntukkan empat orang dengan tempat tidur tingkat. Saya kebetulan dapet kebagian tidur di kasur bawah, bangun tidur mesti pelan-pelan kalau ga mau kepala terbentur tempat tidur atas, hehehe…

Mau berfoto dengan view yang OK?! Wah, segambreng banget view bagus di mari... Motret ngasal juga jadinya WOW! :)

Mau berfoto dengan view yang OK?! Wah, segambreng banget view bagus di mari… Motret ngasal juga jadinya WOW! 🙂

Keempat, enjoy your trip! Seriously, ini pengalaman yang asik banget! Selain pemandangan yang ga abis-abis bikin terpana, udara yang segar, makanan buatan para awak kapal ini enak-enak banget! Entah berlebihan atau kami yang emang ga ada pilihan lain juga dan laper. Tapi kayaknya emang enak-enak banget ya. Ga melulu disuguhin makanan laut, seringnya malah makanan internasional. Ya, mungkin karena para awak kapal lebih sering punya client turis asing ketimbang lokal.

Beberapa makanan yang disajikan untuk makan malam

Beberapa makanan yang disajikan untuk makan malam

Beberapa makanan yang disajikan untuk makan malam

Beberapa makanan yang disajikan untuk makan malam

Selamat makan :)

Selamat makan 🙂

Kelima, always prepare for the worst case! Hmmm, this might be a very rare moment, but this happened to us. And we’ll never forget it! Kejadiannya pas di hari ketiga, sore-sore, lagi bengong antara capek abis trekking di dua tempat dan abis berenang juga, abis ngemil-ngemil lucu, kapal pun bertolak menuju Pulau Kalong. Ngejar sebelum sunset untuk dapetin momen kalong beterbangan dengan latar sunset gitu.

BRAK! Tiba-tiba kapal oleng, yang lagi pada bengong pun shock langsung cari pegangan, beberapa barang yang berada di atas dipan dan meja pun bergulingan ke satu sisi oleng kapal. Saya yang saat itu lagi megang DSLR milik saya bergegas memasukannya ke drybag saya, juga DSLR teman saya yang kebetulan posisinya dekat sekali dengan saya. Antisipasi kapal oleng dan kita mesti nyebur bersama barang-barang gak tahan air ini. Beberapa awak pun sibuk turun ke air dan kapten berusaha menyeimbangkan kapal dengan memberikan instruksi di sisi mana kami harus berdiri. Seisi kapal panik, well, at least, kami, si anak kota bersebelas ini jelas PANIK! Sementara kapten masih bisa hahahehe, juga para awak kapal terlihat biasa saja. Setelah kapal sedikit terkendali, kapten pun turun ke air. Oh my God! Kapal pun dinyatakan karam karena menabrak karang!

Well yess, kami pun mesti mengurangi beban kapal agar kapal bisa didorong menjauhi karang. Dan satu ember gentong besar berisi air tawar yang sudah kami hemat-hemat itu pun harus dibuang isinya. Huhuhu, cedih! Padahal ini malam terakhir untuk bisa agak puas menggunakan air tawar itu untuk mandi. Setelah kondisi kapal lumayan stabil, kami mencoba cari bala bantuan, dengan teriak-teriak dan melambaikan handuk ke arah kapal manapun yang terlihat di jangkauan mata kami. Singkat cerita, kapal karam kami berhasil diselamatkan oleh kapal daruratnya Black Manta (kapal LOB juga tapi yang kelas VVIP gitu, jauh lebih besar, mewah, gagah, cruise-nya Flores deh nih!).

Nah, itu ruangan sang kapten mengemudikan kapal

Nah, itu ruangan sang kapten mengemudikan kapal

Ketua rombongan kami, Mas Dito justru yang kelihatan paling panik. Ia pun bergegas menelpon pihak agen wisata yang berada di kota dan meminta agar kami bisa bermalam di Labuan Bajo saja sebagai pertanggungjawaban. Kejadian ini ternyata menyinggung sang kapten kapal, si orang Flores asli. Kami pun ditegur karena dianggap tidak memercayai dia dan timnya untuk bisa solve problem. Drama bergulir, kami diem-dieman, hahahaha… Tapi akhirnya mencair juga karena kami semua ternyata lapar x)))

Sungguh pengalaman yang ga bakalan terlupa deh… x)))

*All photographs courtesy of Mas Dito, Mba Fidia, Kak Anita, Kak Felona, and me.

Belajar menghormati perayaan ibadah Waisak di Candi Borobudur

Puncak perayaan ibadah Waisak di Candi Borobudur selalu menarik banyak wisatawan, termasuk saya dan temen-temen saya yang belum pernah menyaksikan langsung. Tahun 2013 lalu, kami pun pergi ke Yogya, khusus untuk menyaksikan langsung perayaan umat Buddha langsung di Candi Borobudur. Sama dengan kebanyakan turis lainnya, kami pun menanti ritual pelepasan seribu lampion, yang menjadi penanda berakhirnya prosesi Waisak tahun ini.

Ritual prosesi ibadah Waisak biasanya sudah dimulai dari hari sebelumnya. Namun, biasanya ga banyak diikuti oleh para turis. Makin mendekat ke puncak perayaan, makin banyak turis yang ingin menonton.

Pada hari tersebut sedari pagi hari, sudah berlangsung prosesi kirab biksu dari Candi Mendut ke Candi Borobudur, salah satu bagian dari prosesi Waisak. Beberapa jalan yang menghubungkan Candi Mendut dan Candi Borobudur pun ditutup sedari pagi. Kalau ingin mengikuti proses sedari pagi hari, pastikan sudah mempelajari rute utama dan jalan alternatifnya. Semakin sore, akan semakin banyak turis yang bergabung untuk menyaksikan. Kemacetan di jalan arah Candi Borobudur tak kan terhindari menjelang sore hari.

Beruntungnya rombongan kami dipandu oleh orang yang paham medan (bukan Medannya Sumut yak :p), sehingga kami ga terlalu lama kejebak macet.

Pastikan sudah tiba dan masuk area Candi Borobudur sebelum jam 5 sore, karena pada jam tersebut pintu masuk akan ditutup untuk persiapan perayaan prosesi puncak Waisak. Paling lambat banget satu jam sebelumnya sudah harus tiba, karena mesti spare waktu untuk ngantri tiket masuk dan jalan ke pintu masuknya.

Sekalian mau pengakuan dosa nih. Mestinya saat masuk ke area wisata Candi Borobudur, kami tidak diperkenankan bawa makanan, tapi kami malah menyelundupkan makanan yang sudah kami persiapkan. But we promise to not nyampah there. We did it! Di dalam area sana pasti akan lama sekali, paling tidak bocah-bocah yang bersama saya ini tak kan rewel soal haus dan lapar. :p

Saat memasuki area taman wisata Candi, sempatkan lah membaca tata cara jalan-jalan di area candi. Ada yang ngeh gak aturan jalan-jalan di Candi Borobudur? Jadi, ada aturannya nih Guys. Kalo masuk dari arah Barat, maka keluar/turunnya gak boleh dari Barat lagi, musti dari arah lain. Trus di setiap lantai mau muter, musti belok kiri dan berjalan searah jarum jam (jadi naik tangga, lalu belok kiri ngiterin candi), trus keluar/turun dari tangga arah yang berbeda dengan tangga masuk.

candi borobudur disterilkan dari pengunjung

Singkat cerita, kami tidak sempat naik ke candi karena sudah jam 5 dan area candi hendak disterilkan untuk persiapan prosesi. Kami pun beranjak ke area perayaan Waisak, panggung utama. Tim saya yang bersebelas ini pun berpisah sesuai dengan maunya masing-masing.

Saya dan dua orang teman mendapatkan spot asik di pinggir stage utama sebelah kanan. We were so excited!! Saat itu, sudah banyak pengunjung yang duduk-duduk memenuhi bibir stage bagian depan, banyak yang udah ready dengan alat perangnya: SLR cam + Tripod + aksesoris2 tambahannya.

pelataran stage utama

Panitia berpolo shirt “Buddhis Muda Indonesia” bikin amazed saat mereka membersihkan stage. Benda-benda asing, kerikil, daun-daun yang jatuh, serangga-serangga yang ada di atas stage, dipungut-pungutin. Detail banget. Segitunya musti bersih nih stage utama untuk dijadikan area prosesi puncak ibadah Waisak. Serangga yang belum mati, dipungut lalu dipindahkan ke pot bunga di pinggir stage. Dikembalikan ke habitatnya.

Suasana di belakang stage depan dan sekitar candi pun sudah ramai. Di sana, ada lilin-lilin kecil berpola yang siap dinyalakan. salah satu bagian pola bertuliskan “Happy Vesakday”.

lilin waisak

Tepat di depan deretan lilin-lilin juga sudah banyak pengunjung yang duduk-duduk sambil mengenakan payung. Sebagian diantaranya juga sudah ready dengan alat perang fotografinya. Mereka menunggu momen lilin-lilin dinyalakan dan para biksu berjalan mengitari area dalam candi melakukan prosesi Pradaksina.

candi borobudur

Kami jalan lagi ke arah depan stage, ceritanya mau dapet view pengunjung+stage utama+Borobudur. Usaha banget, jalan diantara ribuan orang. Diantara barisan pengunjung, panitia membelah kerumunan untuk jalan tamu-tamu kehormatan mereka menuju naik ke stage utama.
Sempat saat kami lagi nyari spot foto, panitia minta untuk bergeser buka jalan. Meski jadi berdesakan dengan yang lain, ya gapapa. Manut ama panitia. Apalagi panitianya sangat santun minta tolongnya. Malu dan gak tau diri lah kalau gak manut.

Akhirnya kami sampai di spot agak jauh ke belakang barisan pengunjung, persis menghadap stage utama. Meski jauh namun spot yang kami (saya lebih tepatnya) cari akhirnya kami dapatkan: view pengunjung+stage utama+Borobudur. Lalu kami duduk di area tersebut, beralaskan plastik yang sudah kami siapkan dan buka payung karena saat itu gerimisnya makin deras.

Di depan stage, panitia sudah menyiapkan karpet terpal orange untuk pengunjung duduk menikmati acara.

Pukul 19:30, hujan makin deras, emosi pengunjung mulai ga terkontrol karena acara tak kunjung dimulai. MC menenangkan pengunjung dan mengajak bersyukur atas berkah hujan yang turun. Ia menyebutkan “Hujan adalah berkah yang patut disyukuri”, ia juga mengingatkan akan ajaran Buddha mengenai pengorbanan.

Pengunjung menyambut dengan “Huuuu” keras.

Hah?! Saya siyok dengan reaksi pngunjung. Hellooo… Orang-orang ini sadar gak sih apa yang mereka lakukan?! Nyokap juga bilang hujan itu berkah dari Tuhan. Mungkin bagi umat Buddha pun juga demikian. Iya atau gak, gak pantes banget nih orang-orang nge-Huuu-in turunnya hujan. Iya, memang pengunjung jadi keujanan dan basah kedinginan, tapi ini nontonin acara outdoor di musim penghujan.

kerumunan pengunjung

MC umumkan acara belum dapat dimulai karena masih menunggu tamu-tamu kehormatan mereka antara lain Menteri Agama RI, Gubernur Jateng, dan beberapa pemuka agama Budha. “Maaf, acara belum dapat kami mulai karena masih menunggu kedatangan Menteri Agama, Suryadarma Ali,” kata pembawa acara. Sontak, pengunjung menyoraki dengan teriakan “huuuu” yang lebih panjang dan keras.
Tak sedikit yang memaki. “Huuu…. Lama!” “Kapan acara lampionnya?,” kira-kira begitu keluhan pengunjung-pengunjung itu. MC pun mencoba menenangkan pengunjung dengan menggunakan kata-kata mutiara dari kitab ajaran Buddha dan tentang ajaran Pengorbanan.
Saya yakin seyakin-yakinnya, gak ada satupun panitia/umat Buddha yg menginginkan / menyengajakan hal tersebut. Saya jadi emosi dan malu dengan kelakuan pengunjung yang norak!! Ish.. gemes!!
Jam 8 malam, akhirnya tamu-tamu kehormatan datang. Kedatangannya disambut sorakan kecewa yang panjang dari pengunjung. Sorakan ini juga terdengar saat pak Menteri membacakan sambutan dan saat pemuka agama Buddha menyebutkan namanya.

Puncak candi borobudur

Sorakan kemarahan juga terdengar jelas saat Pak Gubernur memberikan sambutan yang menyelipkan pesan-pesan kampanye. Kebetulan, keesokan harinya merupakan hari pilkada Jawa Tengah. Yaaa… ini mah saya juga kesel. Sempet-sempetnya kampanye terselubung di acara keagamaan begini. Tapi ya gak nge-huuuu-in juga sih.

Saat sambutan dari pemuka agama Buddha, pengunjung pun terdengar tak bisa tenang. Di sana-sini terdengar suara teriakan dan tawa mereka. Rasanya pengen saya tempelengin satu-satu nih pengunjung yang ga bisa menghargai empunya acara!

 Usai sambutan-sambutan, acara dilanjutkan dengan pembacaan doa dari biksu-biksu sembilan majelis yang hadir saat itu.
Nah ini, kekesalan saya memuncak pada pengunjung-pengunjung yang gak tau diri.
Saat itu hujan masih turun deras, dan mirisnya pada saat pembacaan doa, pengunjung meringsek naik ke panggung untuk mengambil gambar dari jarak dekat. Oh my God, it’s a chaos!! Sang pemimpin doa yang menggunakan mic pun meminta tolong dengan sangat agar pengunjung turun dari stage utama.

view bodobudur dan stage utama

Saya sudah tak mengerti lagi dimana empati para pengunjung yang gak sopan itu. Selama ini saya hanya sering melihat dari foto maupun video saja. Saat itu, kejadian tak mengenakkan tersebut terjadi di depan mata saya.

Prosesi puncak ibadah Waisak ini udah gak khusuk lagi bagi saya. Semoga para biksu memiliki ketahanan mental yang berkali lipat dari saya sehingga gangguan dari pengunjung gak mengganggu konsentrasi ibadah mereka, Amin!

Akhirnya, saya dan teman-teman meninggalkan lokasi perayaan pukul 23.00 malam. Itu belum sampai selesai dan pelepasan lampion ditunda karena cuaca tidak memungkinkan. Pengunjung yang sudah membayar, pulang dengan bersungut-sungut. Ya kalo cuma mau nerbangin lampion mah di mana aja juga bisa, ga perlu ganggu ibadah umat lain lah. Wishes kalian juga tak kan terkabul dengan bersungut-sungut seperti itu, hehehe..

So, guys, tolong banget ya. Kalau mau datang ke perayaan ibadah Waisak di Candi Borobudur, please behave.. Itu acara keagamaan umat Buddha. Mereka senang koq bisa berbagi kebahagiaan dengan memperbolehkan acara ibadahnya ditontonin khalayak banyak. Tapi mereka lagi ibadah. Bayangkan kita lagi beribadah terus ada gangguan dari umat agama lain, ga asik kan?! Saling menghormati ya 🙂

#FloresTrip: Trekking di Pulau Gili Lawa Darat

25 Mei 2014. Ini malam pertama kami tinggal di kapal, bermalam di area Gili Lawa. Kami terbangun sedari subuh untuk menikmati permadani taburan bintang di atas sana. Beberapa dari kami memilih tiduran di atas dek kapal. Itu lukisan malam paling indah yang pernah saya lihat di sepanjang hidup saya kala itu. Puas memandangi langit hingga berganti gelap ke terangnya mentari terbit, kami pun bergegas menyantap sarapan pagi kami dan bersiap untuk trekking di Pulau Gili Lawa Darat.

Kawasan Gili Lawa ini merupakan pintu gerbang masuk ke Taman Nasional Komodo. Selain bisa dicapai dari Labuan Bajo seperti yang kami lakukan, bisa pula berlayar melalui jalur laut dari Lombok. Gili Lawa ada dua bagian, Gili Lawa Darat dan Gili Lawa Laut. Biasanya kapal-kapal yang mau berlayar ke TN Komodo bermalam di kawasan Gili Lawa ini agar tidak terkena angin malam dan arus lautnya cenderung lebih tenang.

Kapal LOB kamiIni kapal LOB kami selama 4D3N

Pukul 06.30 WIB, kapal kami pun bersauh, kami turun membawa perlengkapan trekking seadanya. Iya, seadanya aja, trekking mah gak perlu ribet bawa yang gak perlu: Alat dokumentasi, air minum, dan cemilan secukupnya (durasi trekking PP 2-3 jam). Wong dari trip agent-nya juga kurang detail menginformasikan mengenai medannya, jadi ya bener-bener seadanya ala orang kota banget. Memang medannya tidak berat tapi mungkin perlu ada penjelasan lebih detail agar, paling tidak, wisatawan tidak salah menggunakan alas kaki.

Pulau Gili Lawa DaratPulau Gili Lawa Darat (Kalau lihat begini, bukit savana yang landai kayaknya medannya gancil yah… aslinya maahh…. -____-“)

Medan trekking di Pulau Gili Lawa Darat ini cukup curam dan berbatu tajam. Perlu kesadaran diri yang tinggi untuk menilai kesanggupan diri naik ke atas sana. Tentunya kami naik pun didampingi guide kami, Mas Bendi. Ya tapi emang hanya bersama Bendi aja, sementara kami bersebelas. Bersebelas dengan kondisi fisik dan pengalaman yang beda-beda. Ada yang sudah terbiasa naik gunung, melakukan trekking, ada pula yang baru pertama kali. Ya, saya ini salah satunya! Iya, ini baru pertama kalinya banget! Karena tidak ada pengalaman sebelumnya, tidak ada bayangan pun mengenai medannya (Gaess, kalau sekedar lihat gambar di Google mah kayaknya gampang, landai aman gitu).

Setengah jam pertama mendaki, Belona memutuskan menunggu di bawah saja sementara ada satu orang yang terus melaju bersama guide kami. Iya, dari kami bersebelas, hanya Setian lah yang sudah pernah naik gunung, jadi sekedar trekking di bukit saja mungkin tidak sulit untuknya. Kami mempersilahkannya untuk terus melaju dan melaporkan pada kami pemandangan dari atas sana. Belasan menit kemudian, Siska dan Tasya memutuskan untuk tidak melanjutkan dan kembali turun.

IMG_4924Bersebelas, masih lengkap! Sampai di titik ini saja sebenarnya sudah bisa dapet view mainstream berfoto di Gili Lawa Darat 😉

Sebenarnya, untuk mendapatkan view populer Pulau Gili Lawa Darat tidak perlu hingga sampai ke puncaknya. Tapi namanya sudah jauh jauh sampai ke pulau ini, kalau tidak diusahakan semaksimal mungkin koq ya sayang gitu, hehehe.. Maka, kami yang bertujuh: Saya, Anita, Felona, Wiri, Jessica, Fidia, Dito pun terus melaju.

file000090

Kalo balik badan, foto di atas ini adalah view sebelah kanan. Sementara, foto di bawah ini adalah view samping kiri (yang bisa dinikmati sambil trekking naik, tengok sebelah kanan…). Kalau kata anak jaman sekarang, PETJAAAAHHH, Meeennn!!! <3<3<3file000087

Meski banyak berhenti untuk istirahat ambil napas dan foto-foto, kami persisten terus naik. Medan makin curam dengan bebatuan yang makin tajam, makin seringpula kami terperosok terpeleset terjatuh tertatih, kami terus melaju tanpa guide. Kebetulan Bendi, guide kami, sudah duluan sampai di atas sana bersama Setian. Saya berada di barisan paling depan, berjalan pelan-pelan, nyaris merangkak sanking curamnya, pandangan mata terus ke depan mencari jalan ke atas. Dalam hati terus bergumam, “Come on, don’t give up, dikit lagi sampaaii..” Hingga tiba di satu titik terlintas di pikiran “Ntar turunnya gimana ya, naiknya aja begini?”, saat itulah saya refleks menoleh ke belakang. Saya terhenyak terduduk, kaki gemeter, (katanya Anita yang tepat berada di belakang saya) muka pucat pasi. Mencoba terus tenang dan mencari pijakan dan pegangan pada bebatuan yang ajeg. Seketika itu pula, Anita refleks juga menoleh ke belakang dan bereaksi yang kurang lebih sama seperti saya, shock dengan ketinggian dan kecuraman yang sudah kami lalui dan jadi ngeri sendiri.

“Gimana nih? Lanjut ga?”, saya meragu, karena udah tinggal sedikit lagi sampai puncak bukit tapi treknya makin curam dan tajam.

“Eerr… Gw sampai sini aja deh..”, ujar yang lain.

Kami pun mencari pijakan yang agak landai dan berfoto bersama. Yeaah, we are the mid-trekking team!! We did it!! Bangga!

IMG_4968Bertujuh! Kami tim middle tracking!! Ini fotonya sambil deg-degan jaga keseimbangan… Megang Tongsis GoPro-nya aja mesti dua orang, hahaha…

Kalau naiknya kami setengah jongkok merangkak, maka turunnya pun kami sambil duduk memerosotkan diri. Sebenarnya bisa sih sambil berdiri tapi alas kaki kami tidak memungkinkan, terlalu bahaya. Metode paling aman menggunakan pantat sendiri, hahaha.. Meski tidak sampai atas dan melihat view di balik bukit ini dengan mata kepala sendiri, kami mesti cukup puas dengan pencapaian kami, anak-anak kota yang ga pernah trekking dengan alas kaki yang mungkin kurang proper. Tiba di kapal, nasi goreng telah menanti kami… Yeaaayyy!!

Ternyata Setian sampai kapal lebih dahulu, karena ia dan Bendi melalui jalur trekking lain yang lebih landai. Aah, lesson learned banget nih: Kalau ingin sampai puncak, ga perlu lah nengok-nengok ke belakang, jadinya malah ngeri sendiri dan kembali dikuasai ketakutan-ketakutan. Soal nanti turunnya gimana ya bisa dipikirkan lagi nanti, hihihi.. 😀

House of Raminten: resto gemulai khas Yogyakarta

Adalah Hamzah HS yang berperan sebagai Raminten dalam sebuah sitkom di Yogya TV. Ia kemudian membangun rumah makan House of Raminten ini di Yogyakarta, karena kecintaannya pada makanan dan minuman tradisional khas Yogyakarta seperti jamu dan sego kucing.

Menu yang ditawarkan merupakan menu makanan umum namun disajikan dengan berbeda.

Menu yang biasa ditemukan di angkringan pinggir jalan, naik kelas menjadi makanan restoran dengan harga yang kompetitif (baca: beda tipis). Kita bisa menemukan sego kucing yang harganya di bawah 5000IDR.

20150116-195530.jpg

Tapi, kamu perlu hati-hati dengan segala menu berembel-embel “Jumbo” karena benar-benar ukuran jumbo bangets!!

20150116-195639.jpg

Yang juga unik di House of Raminten ini adalah waiternya yang kabarnya adalah homoseksual. Ini WOW banget! Berapa banyak siih tempat usaha yang bisa open-minded mempekerjakan homoseksual (yang udah coming out)?!? Kalau ada perusahaan yang gembar gembor open minded dan ga bedain orang berdasarkan preferensi seksualnya, pasti tidak ada yang segembar gembor HoR ini yang malah menjadikan ini sebagai diferensiasinya. Pengunjung pun malah makin banyak, bukan jadi takut. Paradox marketing skali kan!

Packaging dari HoR ini pun juga menjadi daya tarik tersendiri. Ruangan resto didesain sedemikian rupa hingga kesan njowo sangat kental sekali. Dengan menggunakan ornamen ukiran-ukiran khas rumah Jawa, musik gamelan, wardrobe waiter yang menggunakan kain batik dan jarik, dan lainnya. Namun demikian, unsur modern pun tak ktinggalan disertakan. Di salah satu sudut terdapat TV LCD dengan channel internasional. House of Raminten beroperasi 24 jam dan masih sering kepenuhi pengunjung.

Nice place to visit nih 🙂

20150116-195918.jpg

Kampung Batik Solo, Kampung yang sadar pariwisata

Setelah Pasar Klewer, Kampung batik Laweyan dan Kauman adalah toplist tempat yang harus banget dikunjungi buat pecinta batik. Pada awalnya kedua kampung ini adalah rumah para pembatik yang biasa memasok kain dan pakaian jadi batik ke pasar Klewer.

image

Kemarin Minggu, Pasar Klewer terbakar hingga satu harian penuh. Sulit memadamkan api karena selain bangunan, kain-kain batik berlapis malam juga membuat api sulit dipadamkan. Saya berkunjung ke sana, dalam perjalanan mengeksplorasi area Karaton Surakarta.

image

Kampung Wisata Batik Kauman berada dekat dengan Pasar Klewer dan masih dalam area Karaton Surakarta. Kamu bisa naik becak dari Karaton Surakarta ke Kauman. Ada beberapa showroom yang hanya menjual kain dan pakaian jadi. Ada pula yang juga mempertontonkan proses pembuatan batik. Ada juga toko yang yang sekaligus memamerkan beragam jenis motif batik, seperti halnya museum batik Kauman. Harganya sangat beragam, dari yang ratusan ribu hingga jutaan.

image

Kampung Wisata Batik Laweyan, lokasinya rada jauh dari Kampung Wisata Batik Kauman. Sama halnya seperti di Kauman, Kampung Laweyan pun memiliki daya tarik yang hampir sama. Saya berkunjung ke Omah Laweyan dan menurut saya, motif batik yang ditawarkan lebih saya sukai daripada yang dijajakan di Kauman. Namun emang harganya juga lebih mahal. Kata supir taksi yang mengantar saya, di Omah Laweyan memang cenderung lebih mahal. Ada lagi toko di Laweyan yang harganya lebih murah tapi saya belum sempat ke sana.

image

Solo memang pantas dijuluki kota batik. Sebenarnya tak hanya di Kauman, Laweyan, Danar Hadi, maupun di Pasar Klewer saja, tapi tampaknya di setiap jalan ada toko batik. Ini juga yang menjadikan Solo sebagai kota yang sarat budaya. Batik dan kekaratonan bisa menjadi pusat daya tarik wisatawan dan berdampak secara langsung pada perkembangan ekonomi masyarakatnya. Jika dan hanya jika semua elemen pemerintah dan penduduknya juga sudah sadar pariwisata.