Double trekking at Taman Nasional Kelimutu

IMG_7983

Yeheeyyy…. Akhirnya kami tiba juga di puncak view point dari Gunung Danau Kelimutu, Desa Moni, Kabupaten Ende, Flores, NTT ini. Hmmmm, tapi mana Danau Kelimutunya ya? Sejauh mata memandang hanya kabut putih saja yang terlihat. Memang, saat itu masih pukul 5.30 pagi, cuaca mendung sesekali gerimis, kabut pun masih enggan beranjak menyelimuti area Taman Nasional Kelimutu hingga kami tidak bisa melihat yang mana danaunya. Ditemani para monyet gunung yang berkeliaran dan menjadi objek foto, kami dan wisatawan lain pun menanti hingga kabut naik.

Pagar pembatas area danau yang tertutup kabut

Satu malam sebelumnya, kami menginap di salah satu losmen warga lokal di Desa Moni. Ini merupakan desa yang lokasinya paling dekat dengan Taman Nasional Kelimutu, spot wisata wajib kunjung jika Anda bertandang ke Kabupaten Ende, Flores, NTT. Ryan, Guide plus driver kami, menjemput di penginapan sekitar pukul 4 pagi untuk mulai trip ke TN Kelimutu ini agar kami bisa mendapatkan momen matahari terbit di atas tugu view point TN Kelimutu.

Meski saat itu cuaca kurang cerah, alias mendung disertai hujan rintik-rintik, kami toh tetap melanjutkan rencana perjalanan kami. Tiba di lokasi parkir TN setengah jam kemudian dan kondisi suhu udara dingin mencekam disertai hujan. Ah, tak ada satupun dari kami yang berani turun keluar dari mobil. Bbrrrrrrrr…….!!

hutan arboretum

Sekitar pukul lima pagi, hujan sudah mereda dan kami pun memutuskan untuk memulai pendakian. Trek menuju view point sudah tersedia, wisatawan tinggal mengikuti saja alur jalan setapak dan papan penunjuk jalan yang terpasang di sepanjang trek.

Selain Danau tiga warna, kawasan wisata ini juga merupakan hutan Arboretum dengan koleksi floranya. Jalur pendakian dimulai dengan jalan setapak masuk hutan yang rimbun. Meski dilatarbelakangi kisah mistis pada ketiga danau berwarna Kelimutu, namun kawasan wisata ini tidak terkesan mencekam dan mengerikan koq.

View point pertama

Setelah berjalan kira-kira lima ratus meter, kami pun tiba di view point pertama. Di sini kami menikmati pemandangan salah satu danau berwarna Kelimutu, yakni yang terletak paling rendah bernama Danau Tiwu Ata Mbupu, atau danau jiwa-jiwa orang tua yang telah meninggal. Bersebelahan berbatas sedikit celah diantara dinding keduanya adalah Danau Tiwu Nuwa Muri Koo Fai, atau danau untuk jiwa-jiwa muda-mudi yang telah meninggal. Dari view point pertama, kedua danau ini sudah bisa terlihat, meski Danau Tiwu Nuwa Muri Koo Fai belum terlihat sepenuhnya.

Trekking lagi ke view point tugu puncak, barulah bisa melihat ketiga danau. Yang terletak di paling timur atau paling atas adalah Danau Tiwu Ata Polo atau danau untuk jiwa-jiwa orang jahat yang telah meninggal. Danau ini terlihat paling mencekam warna dan auranya. Ketiga danau ini diyakini sebagai tempat bersemayamnya roh-roh orang yang sudah meninggal dan diyakini memiliki kekuatan alam yang sangat besar.

Tidak ada yang tahu pasti kedalaman dari ketiga danau Kelimutu ini. Beberapa kali penelitian dengan berbagai metode dilakukan tak juga membuahkan hasil. Salah satu usahanya dengan menenggelamkan tali dengan pemberat ke dalam danau namun tali tersebut pun akhirnya tenggelam. Konon memang segala sesuatu yang sudah terjatuh ke dalam danau tak bisa naik lagi, dari benda-benda kecil hingga besar sampai manusia. Keterangan kedalaman yang tertera di papan informasi hanyalah perkiraan saja dari kesimpulan penelitian yang telah dilakukan.

Danau ini tak pernah kekeringan juga kebanjiran, apapun musimnya. Ketiga danau ini memiliki warna yang berbeda-beda satu sama lain dan kerap berubah warna dari waktu ke waktu. Para ahli geologi percaya perubahan warna ini disebabkan karena kandungan mineral vulkanik, lumut di dalam danau, juga dari pedar cahaya matahari. Pada saat kami mengunjunginya, warnanya yakni hijau toska, hijau lumut, dan merah cokelat pekat. Meski demikian, cerita mistis mengenai ketiga danau ini masih dipercaya oleh penduduk di Flores.

trek ke view point puncak

Puas menikmati pemandangan di view point pertama, kami pun melanjutkan trekking ke puncak tugu view point. Jalannya lebih menanjak tapi sudah dilengkapi dengan tangga dan pagar pembatas. Sejauh tidak iseng melewati area yang tidak disarankan sih aman-aman saja. Tiba di atas sudah ada beberapa wisatawan yang didominasi dengan wisatawan asing.

Ya, kawasan Indonesia Timur, termasuk TN Kelimutu ini memang lebih menarik minat wisatawan asing ketimbang domestik. Mereka seperti ada di mana-mana. Seperti saat kami baru mau berangkat dari penginapan, tahu-tahu sudah ada satu bule perempuan di mobil yang kami carter. Lho!

Sebagai tuan rumah yang baik, kami bersedia berbagi kendaraan dengan si bule kere ini. Namanya Anna, bekerja di salah satu NGO di Kupang. Sepanjang perjalanan di mobil, ia banyak bertanya mengenai beberapa spot wisata di Indonesia. Salah satu yang saya ingat, ia bertanya tentang Masjid Agung Jawa Tengah yang berada di Kota Semarang. Wow! Bahkan wisatawan lokal saja mungkin masih lebih tertarik ke Masjid Istiqlal di Kota Jakarta Pusat karena kesohorannya. Padahal, menurut saya, Masjid Agung Jawa Tengah ini lebih menawarkan keunikan untuk menarik wisatawan seperti adanya payung raksasa bak di Masjidil Haram, Arab Saudi, juga menara Masjid untuk bisa melihat Kota Semarang dari ketinggian.

prasasti di atas view point puncak

Setelah kira-kira satu setengah jam menunggu dan kabut masih setia terbang rendah, wisatawan asing pun sudah banyak yang meninggalkan area view point utama ini. Tersisa beberapa wisatawan lokal yang karena kesamaan nasip (gagal mendapatkan momen sunrise di atas puncak view point Kelimutu untuk difoto), yang berujung pada selfie bersama, hahahaha… Yayayaa…. Ada hikmahnya juga nunggu lama, jadi nambah teman baru 🙂

para penjaja di atas puncak gunung kelimutu

Anyway, di atas view point ini, ada seorang ibu berjualan kudapan pagi seperti Popmie, kopi seduhan, jambu kelutuk (iyah!), dan lainnya. Juga ada lapak jualan kain tenun khas Flores. Sambil menunggu, kami pun menyeduh Popmie yang dibanderol seharga sepuluh ribu rupiah (harga di akhir Mei 2014). Air seduhan yang mendidih ini segera mendingin karena suhu udara di atas sana. Mesti hati-hati memang, kayaknya sudah mendingin tapi koq lidah serasa terbakar, hehehe…

Atas saran guide kami, dan juga banyak wisatawan yang turun gunung, kami pun memutuskan untuk ikut turun ke Desa Moni dan kembali lagi saat cuaca sudah cerah. Kami kembali ke penginapan untuk sarapan dan beristirahat.

Sekitar pukul sepuluh pagi, kami kembali ke TN Kelimutu. Saat itu, kabut sudah naik, suhu sudah lebih bersahabat, dan keindahan ketiga danau berwarna Kelimutu pun sudah dapat dinikmati (dan difoto, tentunya).

IMG_7962

One comment

  1. eviindrawanto · May 20, 2015

    Cantik banget danau Kelimutu ini, Mbak 🙂

    Like

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s