“Filosofi Kopi” the movie

Entah kapan baca buku kumpulan cerpennya Dee Lestari yang Filosofi Kopi ini. Sangking sudah lamanya, saya pun juga sudah lupa sama sekali dengan jalan cerita di cerpennya itu. Mungkin sekitar satu dekade yang lalu, sekitar tahun 2005, seingat saya.

poster film filkop

Buzz film ini memang santer di timeline media sosial yang saya follow, bahkan sejak filmnya belum rilis. Membuat saya berniat menontonnya. Pertama, karena disutradarai oleh Angga Dwimas Sasongko. Saya menggemari karya-karyanya sejak lama. Dari jaman dia bikin videoklipnya Maliq n D’Essentials, film Hari Untuk Amanda, sampai si Filosofi Kopi ini.

filosofi kopi cerpenKedua, karena film ini diangkat dari tulisannya Dee Lestari. Ga mudah mengejawantahkan karya tulis ke dalam karya audio visual seperti film. Dan sejauh ini, karya karya tulisnya Dee Lestari berhasil diangkat menjadi karya audio visual baik dalam bentuk videoklip lagu maupun film. Ada sensasi yang berbeda saat membaca tulisannya, mendengarkan lagu/musiknya, dan menonton filmnya. Dan saya ingin merasakan sensasi itu lagi saat menonton Filosofi Kopi ini.

Ketiga, saya memang doyan nonton film Indonesia genre non-horror. Keempat, Chicco men! Eh bener kan spellingnya?!? Kayaknya sih bener.. Ini artis sinetron yang kini sudah menjelma jadi artis layar lebar. Gilak, dulu saya kerjaannya mantengin sinetronnya Chicco setiap episode, tiap hari, tiap menit! Sejak nonton film Cahaya dari Timur, kayak gak ada sisa sisa aktor sinetron stripping di karakternya Chicco, bahkan saya sampai lupa bahwa itu Chicco, si artis sinetron stripping yang pernah saya brief di backstage salah satu event awarding di salah satu TV swasta beberapa tahun silam, yang lagi akting jadi pelatih bola. *standing applause*

Review ini bukan untuk memberikan spoiler buat yang belum menontonnya, hehehe… Saya menikmati alur plot ceritanya yang sebenarnya simple, sederhana, dan ringan, pacing tidak terlalu cepat maupun lambat, pas! Konflik pun tidak menukik tajam (seperti film-film bergenre drama kebanyakan), tapi mampu memberikan efek dramatis yang mendalam. Film yang dengan santai menggulirkan kisah kecintaan pada profesi, pada biji kopi, pada persahabatan, dan akhirnya pada inti dari semuanya, keluarga.

Filosofi Kopi mengangkat settting cerita kekinian yang coba di-blend dengan conventional value. Ben dan Jody. Ben mewakili si seniman kopi conventional yang punya obsesi besar. Jody mewakili si business-man urban yang rasional. Plot utama cerita ada pada kisah pertarungan ego keduanya, baik terhadap satu sama lain maupun akhirnya terhadap diri mereka sendiri. Tokoh El masuk sebagai “ujian” keseimbangan antara Ben dan Jody, yang membuat mereka berjarak untuk kemudian bisa sampai pada titik keseimbangan yang lebih ajeg.

Tapi ada sedikit hal yang buat saya ini mengganggu, hal teknis sih. Mungkin kalau pas menonton, kamu gak menyadari hal ini bakalan biasa aja. Masalahnya, saya ngeh! Pergerakan kamera kurang smooth, terutama pada scene yang sebenernya bisa stand-still aja, bener gak sih istilahnya gitu? Jadi terkesan kameranya goyang-goyang. Kalau menyadari hal ini, nontonnya jadi gak nyaman. Jadi selama menonton, saya coba mengabaikan hal tersebut.

Secara keseluruhan, saya menikmati film Filosofi Kopi ini. Film ini mampu menumbuhkan emosi positif menyenangkan dan melegakan setelah menontonnya, jadi kalau ada yang ngajak nonton film ini lagi, saya pasti mau! Tontonlah, dukung Film Indonesia Berkualitas, yuk sebelum film ini turun dari jaringan bioskop Indonesia. 😀

Leave a comment